Walaupun lahir dan tinggal di Negeri Sakura, kecintaan Guru Besar Fakultas Ilmu Politik dan Ekonomi Universitas Kokushikan Tokyo ini pada Indonesia jelas tak diragukan lagi. Tak hanya mengoleksi ribuan kain batik yang dibelinya dari seluruh pelosok Nusantara, Prof. Tozu juga mendirikan Japan Indonesia Cloth Cultural Association. Bagi Prof. Tozu, batik Indonesia adalah kain terindah di dunia!
Dengan keyakinan itu, Prof. Tozu mendirikan museum di kota kelahirannya, Kyoto. Di museum ini Prof. Tozu tak hanya membagi keindahan batik koleksinya yang kini mencapai 5500 helai, tapi juga memperlihatkan kekayaan kain tenun yang dikoleksinya sejak tahun 1970. Prof. Tozu juga aktif mengadakan pameran kain batik dan tenun di seantero Jepang, termasuk kimono yang dibuat dari kain batik.
Perkenalan Prof. Tozu dengan kain Indonesia dimulai tahun 1960 ketika Beliau belajar budaya di Universitas Indonesia (UI). Sejak itu Beliau rajin berkeliling Indonesia untuk mengoleksi kain-kain khas Nusantara, terutama batik dan tenun.
Selain di Kyoto, Prof Tozu juga mendirikan Galeri Sarasakan di rumah Beliau di kawasan Machida, Tokyo. Selain berfungsi sebagai galeri batik, Sarasakan juga kerap mementaskan kebudayaan Indonesia seperti tari tradisional yang dibawakan anak-anak Jepang. Lebih membanggakan, istri sang Professor, Kaoru-San juga memiliki kecintaan yang sama terhadap budaya Indonesia. Tak heran, rumah pasangan ini sangat Indonesia dengan perabotan hingga pernak-pernik khas dari seluruh penjuru Nusantara! Bahkan ada 2 becak nangkring di halaman rumah. Begitu cintanya pada Indonesia, pasangan ini sering mengundang warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang untuk berkunjung ke rumah mereka.
Tidak hanya di lingkungan keluarga, 'virus' cinta Indonesia juga ditularkan Prof. Tozu pada para mahasiswa. Setiap tahun ada saja mahasiswa Beliau yang berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Tak hanya mahasiswa Jepang, namun juga warga negara asing yang belajar di Kokushikan. Rata-rata ada 10 orang mahasiswa Beliau yang berkunjung ke Indonesia setiap tahunnya. Prof. Tozu sendiri tak pernah absen mengunjungi para pengrajin batik di Yogyakarta setiap tahun. Tak hanya untuk melengkapi koleksi, namun juga memberi semangat agar mereka tak berhenti berkarya.
Di balik kecintaan Beliau pada budaya Indonesia, Prof. Tozu rupanya menyimpan keprihatinan pada budaya Jepang yang justru makin ditinggalkan orang-orang Jepang sendiri. Salah satunya tekni shibori (semacam jumputan) yang kini di ambang kepunahan. Memuji kecintaan sebagian besar orang Indonesia pada kekayaan budaya sendiri, Prof Tozu berharap teknik shibori bisa ditransfer ke Indonesia agar dapat lestari. Kalaupun tak bisa bertahan di Jepang, Prof. Tozu berharap shibori dapat lestari di Indonesia.
(MGH/Foto: Universitas Kokushikan)
Dengan keyakinan itu, Prof. Tozu mendirikan museum di kota kelahirannya, Kyoto. Di museum ini Prof. Tozu tak hanya membagi keindahan batik koleksinya yang kini mencapai 5500 helai, tapi juga memperlihatkan kekayaan kain tenun yang dikoleksinya sejak tahun 1970. Prof. Tozu juga aktif mengadakan pameran kain batik dan tenun di seantero Jepang, termasuk kimono yang dibuat dari kain batik.
Perkenalan Prof. Tozu dengan kain Indonesia dimulai tahun 1960 ketika Beliau belajar budaya di Universitas Indonesia (UI). Sejak itu Beliau rajin berkeliling Indonesia untuk mengoleksi kain-kain khas Nusantara, terutama batik dan tenun.
Selain di Kyoto, Prof Tozu juga mendirikan Galeri Sarasakan di rumah Beliau di kawasan Machida, Tokyo. Selain berfungsi sebagai galeri batik, Sarasakan juga kerap mementaskan kebudayaan Indonesia seperti tari tradisional yang dibawakan anak-anak Jepang. Lebih membanggakan, istri sang Professor, Kaoru-San juga memiliki kecintaan yang sama terhadap budaya Indonesia. Tak heran, rumah pasangan ini sangat Indonesia dengan perabotan hingga pernak-pernik khas dari seluruh penjuru Nusantara! Bahkan ada 2 becak nangkring di halaman rumah. Begitu cintanya pada Indonesia, pasangan ini sering mengundang warga negara Indonesia yang tinggal di Jepang untuk berkunjung ke rumah mereka.
Tidak hanya di lingkungan keluarga, 'virus' cinta Indonesia juga ditularkan Prof. Tozu pada para mahasiswa. Setiap tahun ada saja mahasiswa Beliau yang berkunjung ke Indonesia untuk mempelajari bahasa dan budaya Indonesia. Tak hanya mahasiswa Jepang, namun juga warga negara asing yang belajar di Kokushikan. Rata-rata ada 10 orang mahasiswa Beliau yang berkunjung ke Indonesia setiap tahunnya. Prof. Tozu sendiri tak pernah absen mengunjungi para pengrajin batik di Yogyakarta setiap tahun. Tak hanya untuk melengkapi koleksi, namun juga memberi semangat agar mereka tak berhenti berkarya.
Di balik kecintaan Beliau pada budaya Indonesia, Prof. Tozu rupanya menyimpan keprihatinan pada budaya Jepang yang justru makin ditinggalkan orang-orang Jepang sendiri. Salah satunya tekni shibori (semacam jumputan) yang kini di ambang kepunahan. Memuji kecintaan sebagian besar orang Indonesia pada kekayaan budaya sendiri, Prof Tozu berharap teknik shibori bisa ditransfer ke Indonesia agar dapat lestari. Kalaupun tak bisa bertahan di Jepang, Prof. Tozu berharap shibori dapat lestari di Indonesia.
(MGH/Foto: Universitas Kokushikan)
terimakasih ulasannya...boleh minta contactnya prof mr masakatsu tozu? saya punya 10 koleksi batik kuno, mungkin beliau tertarik. terimakasih
BalasHapus