Jumat, 30 November 2012

ASMUJIONO : 'KORBANKAN' MATA DEMI TAKLUKKAN EVEREST


Dari 3 anggota Kopassus yang berhasil menaklukkan Everest (1997), Prajurit Satu (Pratu) Asmujiono, Sersan Misirin, dan Lettu Iwan Setiawan,  Pratu Asmujionolah yang pertama menjejakkan kaki dan menancapkan Sang Dwi Warna di puncak tertinggi dunia. Ketangguhannya telah teruji hasil tempaan kehidupan sejak ia masih kecil.

Dilahirkan dalam keluarga petani, pria kelahiran Malang (Jawa Timur), 1 September 1971 ini telah kehilangan kedua orang tuanya saat masih kecil hingga terpaksa hidup berpindah-pindah orang tua angkat. Saat SD, kekurangan biaya dan tempat tinggal yang berjarak 4 km dari sekolahnya tak menyurutkan semangat Beliau untuk terus belajar. Setiap Subuh Asmujiono kecil bangun dan berjalan kaki menuju sekolahnya yang berjarak 4 km dari tempat tinggalnya. Dalam tasnya, selain alat tulis dan buku juga dibawa seragam dan alat mandi. Setiba di tujuan, barulah Beliau mandi di kamar mandi sekolah. Ini dilakukan setiap hari hingga lulus SMP. Apalagi, saat SMP jarak Sekolah Beliau lebih jauh lagi: 7 km dari tempat tinggalnya! Padahal sepulang sekolah, Beliau masih bekerja di kebun membantu orang tua angkatnya. Ketiadaan biaya pula yang memaksa Pak Asmujiono berhenti sekolah selama setahun saat duduk di kelas V SD. 

Tempaan itu membentuk Pak Asmujiono menjadi pribadi yang kuat sekaligus berkemampuan fisik tangguh. Terbukti, Beliau berhasil menjadi juara numum lomba maraton se-Jawa Timur yang diadakan dalam rangka hari jadi kota Malang. Tidak tanggung-tanggung, Beliau mengalahkan para pelari dari kota-kota lain termasuk Surabaya dan Jakarta. Sejak kecil, anak ke-5 dari 6 bersaudara ini bercita-cita menjadi orang terkenal. Saat duduk di bangku SMA Diponegoro Malang, Beliau mantap bercita-cita menjadi tentara. Sayang, karena kurang informasi, terpaksalah harus menunggu 1 tahun untuk mendaftar sebagai anggota militer. Selama itu, Beliau bekerja sebagai pedagang buah. 2 tahun setelah lulus SMA, barulah Beliau bisa mendaftar ke Kopassus dan diterima! Sempat bertugas di Timor Timur (kini Timor Leste) selama 10 bulan, Pak Asmujiono kemudian lolos seleksi Ekspedisi Mount Everest (1997). Tak tanggung-tanggung, Pak Asmujiono menempati peringkat teratas diantara para peserta seleksi ekspedisi itu. 

Semangat pantang menyerah, mental yang kuat, dan fisik yang prima menjadi kunci keberhasilannya menaklukkan Everest. Saking gembiranya waktu mencapai puncak Everest, Pak Asmujiono melepas kaca mata, selang oksigen, dan semua penutup wajahnya waktu itu. Padahal ini telah dilarang pelatih Ekspedisi Mount Everest, Anatoli Boukreev. Ditambah selama pendakian ke puncak Everest, Pak Asmujiono yang waktu itu berusia 25 tahun tidak makan dan minum saking semangatnya. Dampaknya, sepulang dari Everest, kesehatan mata dan fisik Pak Asmujiono terganggu. Bahkan akibat melepas kaca mata ketika di puncak Everest, kornea mata Beliau rusak dan harus diganti kornea palsu hingga kini. Kemunduran fisik ini pula yang membuat Beliau keluar dari Kopassus.(MGH/Foto: Metalanet)

EKSPEDISI MOUNT EVEREST KOPASSUS 1997 (Bagian 2)

Evgeny Vinogradsky, pelatih ekspedisi 
 (alpine club russia)

Program pelatihan dimulai tanggal 15 Desember di Nepal. 34 pendaki yang terdiri dari orang-orang sipil dengan sejumlah pengalaman mendaki gunung, dan para tentara yang tidak berpengalaman di gunung tapi sangat fit dan disiplin, adalah anggota tim permulaan. Dari 34 orang ini akan disaring dan diambil yang paling mampu. Kriteria penyaringan dilihat dari kesehatan, stamina, kemampuan, dan mental. Pada fase ini para calon pendaki belajar teknik tali temali dan penggunaan tangga, juga teknik dasar pemanjatan.

Komunikasi adalah problem kami yang terbesar, saya mengetahuinya setelah semua terlambat. Bukan hanya perbedaan bahasa yang membuat frustasi, tapi juga tidak lengkapnya alat komunikasi. Selayaknya setiap anggota tim harus dilengkapi dengan alat komunikasi. Saya mengusulkan agar dari basecamp selalu ada kontak langsung dengan koordinator ekspedisi di Kathmandu. Selain itu saya menuntut untuk mendapatkan setiap hari laporan cuaca dari stasiun meteorologi di Bandara Kathmandu. Sisi baiknya, lantaran tim ini merupakan tim militer, maka pihak militer Nepal pun ikut memberikan bantuan.


Perwira ekspedisi kami, Monty Sorongan yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris paling baik berperan sebagai kontak kami dengan Kathmandu. Untuk menghindari kesalah pahaman, kami menggunakan Bahasa Inggris dalam ekspedisi ini.


Untuk ekspedisi ini saya berhasil mendapatkan 2 orang alpinis terkenal dari Rusia untuk bekerja sama dengan kami: Vladimir Bashkirov dan Dr. Evgeny Vinogradsky. Bashkirov 45 tahun, berpengalaman selama 15 tahun mengkoordinir ekspedisi di daerah yang sulit, dan mengenal rute Pamir dan Kaukasus, dan berhasil mendaki 6 gunung diatas 8000 m, dua antaranya Mt.Everest. Suatu keuntungan dia mau berkerja sama dengan kami. Tak seperti saya, dia pendiam namun diplomatis sekaligus supel dan yang pasti fasih berbahasa Inggris. Di Rusia dia terkenal sebagai juru kamera petualangan dan produser film. Dialah yang akan membuat film ekspedisi ini. 


Dr. Evgeny Vinogradsky 50 tahun, 7 kali juara panjat tebing Rusia dan 25 tahun berpengalaman sebagai pelatih pendaki gunung sekaligus dokter olah raga. Evgeny teman baik saya. Bersamanya kami mendaki Kanchenjunga pada 1989. Bagi saya dia adalah "Garuda Tua", yang telah mendaki lebih dari 20 gunung berketinggian 7000 m, dan 8 gunung berkentinggian lebih dari 8000 m, termasuk 2 pendakian Everest, salah satunya sebagai pimpinan ekspedisi.


Ang Tshering dari Asian Trekking di Kathmandu bertugas mengurusi logistik dan mencari sherpa untuk ekspedisi. Kami bersyukur, karena mendapatkan Sherpa Apa von Thami 37th, 7x menaklukkan Everest sebagai sirdar (pemimpin Sherpa) dan First Climber  Sherpa (Sherpa yang ikut ke puncak) untuk bekerja dengan kami. Sherpa berada dibawah komando Ang Tshering dan staf dari Indonesia. Pekerjaan mereka seperti biasa di basecamp. Selain itu mereka harus memasang fix rope (tali tetap) pada rute di atas Breaking Ice (Eisbruch), menyiapkan logistik di high camp dan di hari summit attack ikut mengiringi sebagai pembawa tabung zat asam bagi yang mendaki sampai ke puncak.


Pada tanggal 6 Desember saya terbang dari Jakarta ke Amerika untuk check-up wajah dan muka sebagai akibat dari kecelakaan bis yang saya alami di bulan Oktober. Bashkirov dan Vinogradsky memimpin pelatihan di Paldor Peak, Ganesh Himal, yang dimulai pada tanggal 15 Desember. 34 orang pendaki, dimana separuh dari mereka tidak mempunyai pengalaman High Alpin, berusaha mencapai puncak Paldor (5900m). 17 orang berhasil sampai ke puncak. Mereka bertahan 21 hari dan perlahan beraklimatisasi dengan cuaca musim dingin.


Di bulan Januari dan Februari 34 pendaki melakukan pelatihan yang kedua di Island Peak (6189m). 16 pendaki yang berhasil adalah pendaki yang telah berhasil juga di Paldor sebelumnya. Mereka berada disana selama 20 hari dibawah tempratur minus 40 derajat Celcius dan topan musim dingin yang ganas. 3 hari 3 malam di ketinggian 6000 m dengan keadaan cuaca yang sangat berat mereka harus mendaki dan turun dengan rentang ketinggian 1000 m dalam waktu kurang dari 5 jam.


Pelatihan ini sangat optimal. Saya sendiri menggelengkan kepala: Paldor, Island Peak, Everest. Sebagai pelatihan, program ini bukan untuk sembarangan orang.




Sampai jumpa besok!

SAMBAL GORENG PERINTIL DAN TELOR PUYUH (khas Solo)

Bahan:
Daging giling   250 gr
Telor puyuh   15 btr
Santan (dari 1/2 btr kelapa)
Lengkuas   2 iris (memarkan)
Daun salam   3 lbr
Belimbing wuluh  3 buah (iris tipis)
Minyak goreng

Bumbu Halus:
Cabe merah   8 buah (buang bijinya)
Bawang merah   8 btr
Bawang putih   4 siung
Terasi   1 sdt
Gula   1 sdt
Garam   secukupnya

Cara Membuat:
1.  Rebus telor puyuh, kupas, dan sisihkan. Gerus bumbu halus.
2. Daging giling dibubuhi sedikit garam, ratakan, bentuk bulat-bulat kecil.
3. Goreng daging giling hingga matang lalu angkat. 
4. Panaskan 3 sdm minyak goreng.
5. Goreng bumbu halus hingga harum.
6. Masukkan santan dan biarkan hingga mendidih.
7. Goreng daging giling, telor puyuh,  dan bahan lainnya.
8. Masak sambil sekali-kali diaduk hingga santan agak mengental.
9. Angkat.
(Resep: Nyonya Rumah/Kompas)

Kamis, 29 November 2012

LETKOL (INF) IWAN SETIAWAN : SUKSES PIMPIN PENDAKIAN EVEREST


Kesuksesan Ekspedisi Mount Everest menaklukkan gunung tertinggi di dunia Everest (1997) tak lepas dari peran Letkol (Inf) Iwan Setiawan yang kala itu memimpin Tim Selatan. Dengan semangat baja dan sikap pantang menyerah, Pak Iwan memimpin anggotanya terus mendaki puncak hingga akhirnya berhasil menjejakkan kaki di gunung berjulukan atap dunia bersama Pratu  Asmujiono dan Sersan Misirin. Prestasi ini mengukuhkan ketiganya sebagai anggota militer pertama di dunia yang berhasil menaklukkan puncak Everest. 

Kala itu, Pak Iwan masih berusia 29 tahun dan berpangkat Lettu. Lewat seleksi yang sangat ketat, Iwan berhasil masuk anggota Ekspedisi Mount Everest yang disiapkan untuk menaklukkan gunung tertinggi di dunia. Pak  Iwan bahkan terpilih memimpin Tim Selatan. Sekedar informasi, Ekspedisi Mount Everest memang dibagi menjadi 2 tim: Selatan dan Utara. Sesuai namanya, masing-masing tim mendaki Everest lewat jalur Selatan (Nepal) dan Utara (Tibet). Tim jalur utara dipimpin Richard Pavlowski. 

Persiapan ekspedisi terhitung cukup singkat, hanya 3,5 bulan di bawah pengawasan pelatih asal Rusia. Sebelumnya, anggota tim disaring melalui seleksi ekstra ketat antara lain mendaki gunung Gede dan gunung Putri, renang, dan lari sprint naik-turun tangga. Letkol Iwan mengenang, suhu di Everest menyentuh titik -50 derajat celcius saat para anggota ekspedisi melakukan pendakian yang memakan waktu 5 hari itu. Hasilnya, sudah kita ketahui bersama. Merah Putih berhasil dikibarkan di puncak Everest dan seluruh anggota Ekspedisi Mount Everest pulang dengan selamat. Indonesia tercatat sebagai negara pertama di dunia yang personil militernya sukses menaklukkan Everest! (MGH/Foto: Jess)

EKSPEDISI MOUNT EVEREST KOPASSUS 1997 (Bagian 1)

Untuk mengangkat nama Kopassus dan Indonesia ke tingkat Internasional, Danjen Kopassus Prabowo Subianto menggagas Ekspedisi Mount Everest yang bertujuan menaklukkan gunung tertinggi di dunia dan menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang anggota militernya sukses menapaki puncak Everest. Ekspedisi ini sukses mencapai target dan mendapat perhatian media internasional. Berikut catatan pribadi pendakian tersebut dari sudut pandang Anatoli Boukreev, pendaki gunung profesional Rusia yang melatih para anggota Ekspedisi Mount Everest. Catatan ini disarikan Jess, anggota Forum Yahoo dari buku The Climb yang ditulis Boukreev, dengan ditambah berbagai sumber online yang relevan. Karena panjangnya tulisan, saya akan mengunggah perbagian (terdiri dari 5 bagian) setiap hari. 




Saya melihat orang-orang Indonesia percaya dengan kemampuan saya, selain saya memang memerlukan uang untuk hidup. Saya harap mereka bisa mengakui saya sebagai pelatih dan pemimpin dalam tim ini. Saya membutuhkan hal ini karena terus terang saya sangat tersinggung dengan tulisan media-media Amerika tentang musibah (yang menewaskan Scott Fischer, Yosuko Namba, dan sejumlah pendaki ) tahun lalu. 

Tanpa sokongan dari teman-teman di Eropa seperti Rolf Dujmovits dan Reinhold Messner, maka nama saya di mata masyarakat Amerika sangat buruk. Setelah saya bertemu dengan organisator tim indonesia di Kathmandu, saya terbang ke Jakarta untuk berbicara dengan Jendral Prabowo,  sebagai Kordinator Pendakian Nasional.

Saya mengatakan secara terus terang kepadanya, bahwa dengan keadaan seperti sekarang, keberhasilan mencapai puncak Everest, saya perkiraan sangat kecil. Saya mengatakan padanya, mungkin hanya 30%, dan itu juga artinya hanya satu pendaki yang sampai ke puncak. Selanjutnya saya terangkan kemungkinan jatuh korban bisa mencapai 50%-50%. Jadi dengan kemampuan yang dimiliki pendaki Indonesia, rencana untuk mendaki Everest menurut saya tidak bisa diterima.

Karena itu saya mengusulkan satu tahun penuh latihan mendaki gunung tinggi sekaligus beraklimitasi, dan usulan saya ditolak. Tradisi saya dalam olahraga ini adalah selalu memakai pikiran yang sehat, bukan dengan cara "Roulette Rusia".

Kematian seorang anggota ekspedisi, selalu menjadi pukulan berat yang menghancurkan semangat mencapai puncak. Di gunung dengan ketinggian lebih dari 8000m, tingkat keselamatan pendaki amatir akan menurun, tak peduli ia dalam kondisi super fit. Saya tidak bisa menjamin keselamatan orang-orang yang sangat sedikit atau sama sekali tidak berpengalaman di gunung-gunung tertinggi di dunia 

Orang Indonesia bisa membeli dan mempelajari pengalaman saya, nasehat saya, dan tugas saya sebagai pemimpin pendakian dan tim penyelamat. Kalau mereka ingin ke puncak Everest, mereka harus menanggung sendiri akibat dari kesombongan mereka nanti, karena mereka sangat tidak berpengalaman. Jendral Prabowo meyakinkan saya, bahwa orang-orang mereka sangat bermotivasi dan mampu. Mereka akan memberi jiwa mereka, untuk mencapai tujuan ini. Satu jawaban jujur yang membuat saya syok.

Saya mulai membuat rancangan kerja agar pendaki Indonesia mendapat cukup kesempatan belajar dari pengalaman saya, tapi juga mereka harus belajar berdiri sendiri. Karena akhirnya semua ini tergantung dari kemampuan perorangan dan tanggung jawab individu. Karena walaupun sebelumnya semua telah dipersiapkan, tetap saja pendakian ke Puncak Everest akan sangat berbahaya. Jendral Prabowo setuju, sebelum ekspedisi mulai, tim pendaki harus berlatih dan meningkatkan kondisi.

Saya tahu, bahwa kami membutuhkan para pelatih yang sangat menguasai teknik dan pengalaman mendaki gunung-gunung tinggi, yang nantinya akan berperan sebagai penasehat bak saat aklimatisasi maupun pendakian puncak, sekaligus sebagai tim penyelamat. Konsep tentang sebuah tim penyelamat sangat penting bagi saya, karena itu saya tekankan dengan jelas. Saya juga tidak bersedia memberi garansi ke jendral Prabowo akan keberhasilan ekspedisi ini.

Saya juga tidak akan melanjutkan ekspedisi ini, walaupun kita sudah dekat puncak, seandainya terjadi situasi yang tidak menguntungkan bagi keselamatan tim. Jendral Prabowo juga harus mengerti tentang kondisi para pendaki ketika hendak ke puncak, juga keadaan cuaca yang mungkin saja membatalkan rencana summit attack. Semua itu saya yang menentukan. Dia harus mengerti, di ketinggian 8000 m, bahkan tim penyelamat terbaik dunia pun tidak bisa memberi garansi 100%. Andai hal yang tak diinginkan terjadi, saya akan melakukan usaha penyelamatan dengan resiko keselamatan saya. Itulah dasar perjanjian kami. Program pelatihan  akan kami mulai tepat waktu. Direncanakan pelatihan aklimasi di ketinggian 6000m dengan udara dingin dan angin awal musim dingin. Kami akan berlatih, disiplin, mental dan stamina di cuaca yang berat, sesuai dengan tantangan di Everest nanti. 

Bersambung...

SAMBAL GORENG WALUH (khas Solo)

Bahan:
Waluh jipang   2 buah (kupas, potong korek api)
Buncis muda   10 btg (iris 1 cm)
Cabe merah   6 buah (buang bijinya)
Cabe hijau   2 buah (iris halus)
Air asam   1 sdt
Lengkuas   2 iris (memarkan)
Daun salam   3 lbr
Minyak goreng (untuk menumis)
Santan (dari 1/2 btr kelapa)
Garam

Bumbu Halus:
Bawang merah  5 btr
Bawang putih   3 siung
Terasi   1 sdt
Gula   1 sdt
Kunyit   1 ruas

Cara Memasak:
1. Taburkan 1 sdt garam pada irisan waluh dan  remas-remas.
2. Diamkan hingga berair dan tiriskan.
3. Panaskan 3 sdm minyak goreng di wajan.
4. Tumis bumbu halus hingga harum.
5, Masukkan waluh, buncis, cabe, dan rempah-rempah. 
6. Aduk-aduk hingga agak layu.
7. Masukkan santan. aduk-aduk.
8. Tunggu hingga waluhnya matang.
9. Angkat.
(Resep: Nyonya Rumah/Kompas)

Rabu, 28 November 2012

KAPTEN MISIRIN : MERAH PUTIH DI PUNCAK EVEREST


Tahun 1997, 3 anggota Kopassus berhasil mengibarkan Sang Saka Merah putih di puncak Everest. Tidak hanya mengharumkan nama bangsa karena peristiwa itu diberitakan di banyak media internasional, ketiganya juga mencatat sejarah karena menjadi anggota militer pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi di dunia. Ketiga prajurit tangguh ini tergabung dalam Ekspedisi Mount Everest yang digagas Danjen Kopassus (kala itu) Prabowo Subianto untuk membawa nama Kopassus dan terutama Indonesia ke tingkat internasional. 

Salah satu dari ketiga militer tangguh itu adalah Kapten Misirin yang kala itu masih berusia 31 tahun dan berpangkat Sersan. Pak Misirin merupakan yang tertua dalam trio militer tangguh penakluk Everest. 2 anggota lainnya yang juga anggota Kopassus, Asmujiono dan Iwan Setiawan, masing-masing berumur  25 dan 29 tahun. Anggota Ekspedisi Mount Everest diseleksi melalui tes ekstra ketat hingga terpilih para anggota militer dan sipil (para pecinta alam berpengalaman). Mereka digembleng selama 3,5 bulan termasuk mendaki beberapa gunung di Indonesia. Saat penggemblengan ini, para anggota tim berguguran dan akhirnya terpilihlah 31 anggota terbaik yang diberangkatkan ke Nepal untuk mencapai puncak Everest. Pak Misirin berhasil menempati peringkat ke-2 terbaik dalam penggemblengan fisik dan mental selama 3,5 bulan tersebut.

Sampai di Nepal, tim Ekspedisi Mount Everest dipandang sebelah mata. Bahkan, seperti diceritakan Pak Misirin, tak sedikit yang menertawakan dan mengatakan, "Indonesia tidak mungkin mendaki Everest, apalagi sampai ke puncak!"  Ejekan-ejekan itu makin memacu semangat Pak Misirin. Beliau merasa tertantang untuk membuktikan pada dunia, Indonesia mampu menaklukkan Everest. Semangat ini memberinya kekuatan untuk terus maju menuju puncak, meskipun cuaca ekstrem di bawah nol derajat celcius harus dihadapi. Saat satu per satu anggota tim terhenti langkahnya, Pak Misirin tetap bertahan meskipun daya tahan fisiknyapun semakin menurun bahkan sempat pingsan. Belum lagi menghadapi 'teror mental' melihat mayat-mayat para pendaki sebelum mereka yang meninggal dalam pendakian ke puncak. Tekadnya yang kuat untuk membuktikan bangsa Indonesia mampu mencapai puncak Everest memberi kekuatan ekstra hingga pada tanggal 27 April 1997 bersama 2 anggota tim lainnya, Pak Misirin berhasil mengibarkan bendera Merah Putih di puncak tertinggi di dunia! (MGH/Foto: Jess)

PELANGI BAHASA DI INDONESIA

Indonesia terdiri dari 740 suku bangsa yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke. Mereka berkomunikasi dalam 583 bahasa dan dialek! Jumlah suku bangsa maupun bahasa/dialek ini merupakan yang terbanyak di dunia! 

Hebatnya, hampir semua orang Indonesia dapat berkomunikasi dalam bahasa persatuan, walaupun sehari-hari berkomunikasi dalam bahasa daerah. Kalaupun ada yang tidak bisa berbahasa Indonesia, itu semata karena alasan 'teknis': hidup di tempat terpencil dan tidak mengenyam pendidikan formal. Dulu, saya menganggap wajar saja bangsa Indonesia bisa berbahasa Indonesia. Tapi sejak mengenal seorang warga negara India yang bekerja sebagai manajer senior di salah satu resort di Dubai dan bertitel MBA, saya makin bangga pada bangsa saya. Betapa tidak, sang manajer India yang berpendidikan tinggi dan bekerja mapan itu tidak menguasai bahasa nasionalnya sendiri, bahasa Hindi. Alasannya, dia berasal dari suku Tamil yang memiliki bahasa sendiri dan India menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi disamping bahasa Hindi. Lebih jauh ia menjelaskan, di negara asalnya, film dibuat dalam berbagai bahasa daerah, tidak hanya dalam bahasa Hindi seperti yang kita saksikan di Indonesia (ada 22 bahasa daerah di India). Tak hanya film, tapi juga TV, musik, dan media massa. Bukan sekedar disulih suara (dubbing) lho, tapi  benar-benar dibuat orisinal untuk suku tertentu! Kebalikan dari yang terjadi di indonesia, bukan? Di Indonesia film, musik, dan media massa sebagian besar dalam bahasa Indonesia. Memang ada media massa dan musik yang menggunakan bahasa daerah, tapi yang berbahasa Indonesia tetap lebih banyak dan diterima semua suku. 

Penggunaan bahasa daerah di Indonesiapun bukan didasari sentimen suku, tapi sekedar kebutuhan melestarikan dan ekspresi budaya. Saya jadi teringat latar belakang dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia yang semasa SD saya pelajari sekolah. Sungguh, bangsa kita memang berjiwa besar, menempatkan persatuan bangsa di atas ego-sentris kesukuannya, terutama suku Jawa yang merupakan populasi terbesar Indonesia (mencapai 40,6 % pada Juli 2011 berdasarkan CIA - The World Factbook). Bayangkan kalau tiap suku di Indonesia ngotot bahasanya dijadikan bahasa persatuan. Bisa-bisa kita memiliki lebih dari 1 bahasa nasional seperti yang terjadi di Kanada atau Swiss. Masalahnya, kalau Kanada dan Swiss hanya mempunyai 2 bahasa, kita memiliki ratusan bahasa. Terbayang kan repotnya kalau harus berganti-ganti bahasa tiap bepergian? Pergi ke Bandung, harus bisa bahasa Sunda, ke Medan pakai bahasa Batak, ke Papua..nah ini lebih rumit lagi karena banyak suku dengan bahasa maing-masing di sana. Solusinya bisa dengan menggunakan bahasa Inggrius sebagai bahasa resmi seperti di banyak negara. Tapi ini tak bisa menggantikan kebanggaan memiliki bahasa persatuan yang orisinal dari negeri sendiri. 

Saya selalu ingat perkataan seorang mahasiswa Jerman yang pernah kuliah bahasa Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Waktu saya tanya alasannya memilih belajar Bahasa Indonesia di  Indonesia, dia menjawab ketertarikannya pada Indonesia berawal dari kuliah linguistik di kampusnya di Berlin yang mengajarkan, Indonesia adalah negara dengan bahasa terbanyak di dunia. Dari situ, ia tertarik berlibur ke Toraja. Setelah mengenal Indonesia secara langsung, ia makin jatuh hati dan tak pernah absen berkunjung ke Indonesia setiap tahun hingga akhirnya memutuskan kuliah bahasa Indonesia di Bandung. Hebatnya, sang mahasiswa yang asli Jerman ini sangat fasih berbahasa Indonesia, Toraja, Jawa, dan Sunda. Begitu fasihnya, sehingga apabila kita berkomunikasi dengan Beliau  melalui telefon tanpa bertatap muka, kita pasti terkecoh, mengira sedang bercakap-cakap dengan sesama warga Indonesia. Nah, kalau orang lain saja kagum pada kekayaan bahasa kita, kenapa kita tidak bangga? (MGH)

NASI LIWET (Khas Solo)

Bahan:
Beras   1/2 kg
Santan   750 cc (dari 1/2 butir kelapa)
Daun salam   3 lbr
Daun pandan   3 lbr
Garam  1 peres sdm
Air

Cara Memasak:
1. Beras dicuci bersih lalu tiriskan.
2. Campurkan semua bahan dengan beras.
3. Jerangkan hingga santan meresap.
4. Sementara itu didihkan air di langseng.
5. Angkat beras dan pindahkan ke langseng yang airnya sudah mendidih.
6. Tanak selama sekitar 1 jam.
7. Angkat.
(Resep: Nyonya Rumah/Kompas)

Selasa, 27 November 2012

INES PUTRI : TAKLUKKAN TURNAMEN GOLF AMATIR SINGAPURA


Ines Putri Tjiptadi Chandra nama lengkapnya. Dara kelahiran Denpasar  tanggal 5 September 1989 yang berhasil menjuarai turnamen golf amatir di negeri jiran, Singapore Warren Golf  Amateur (2010). Tak puas dengan prestasi di tingkat amatir, Ines mantap menekuni karir sebagai pegolf profesional. Tidak main-main, ia  rela meninggalkan kuliahnya di jurusan bisnis University of Georgia, Amerika Serikat demi mengejar prestasi di turnamen golf internasional. Tak cuma itu, seorang pelatih golf profesional asal Korea juga disewa khusus oleh wanita bertinggi-berat 167 cm/52 kg ini. 

Selain golf yang menjadi pilihan hidupnya, Ines juga suka olahraga voli, basket, renang, dan sepak bola. Kegemarannya pada olahraga yang terkhir itu bahkan membuat saudara-saudara laki-lakinya heran. Kini, Ines tinggal di  sebuah apartemen di Jakarta, terpisah dari orangtuanya: Ricky Chandra dan Lidia Tjiptadi. (MGH/Foto: Okezone)

AYAM SUWIR (Khas Solo)

Bahan:
Dada ayam   1 ptg (belah 2)

Bumbu Gerus:
Bawang putih   3 siung
Kunyit   1 ruas
Garam   2 sdt

Cara Memasak:
1. Lumuri ayam dengan bumbu gerus, diamkan sekitar 1 jam.
2. Kukus hingga matang. Dinginkan.
3. Suwir-suwir dagingnya.
4. Aduk suwiran daging ayam dengan kaldu hasil kukusan sebelumnya.
5. Siram dengan areh.
(Resep: Nyonya Rumah/Kompas)

Senin, 26 November 2012

RINI BUDIARTI : EMAS HALANG RINTANG SEA GAMES


Wanita asal Yogya yang berwajah lembut ini sehari-hari bekerja di Kemenpora. Di luar jam kerja, ialah ibu seorang putri dan 2 putra yang lucu-lucu. Tapi jangan salah, di arena ia merupakan atlet yang tangguh. Rini Budiarti memang salah satu atlet lari halang rintang andalan Indonesia. Prestasinya di nomor halang rintang cukup membangggakan. Ialah peraih medali perak lari halang rintang 3000 meter di  Taiwan Terbuka tahun ini. Sebelumnya, Rinipun telah mempersembahkan medali emas dari ajang SEA Games Palembang (2011). Rini beragama Islam dan menikah dengan Jemi, PNS di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga DKI Jakarta. (MGH/Foto:Koleksi Pribadi)

AREH (Khas Solo)

Bahan:
Santan kental   1/2 l
Daun salam   3 lbr
Garam   1/2 sdt

Cara Memasak:
1. Campur semua bahan.
2. Masak sambil diaduk-aduk hingga kental dan berminyak.
3. Angkat.
(Resep: Nyonya Rumah/Kompas)

MARIA LONDA : LOMPATANNYA BERBUAH EMAS


Pecinta olahraga terutama atletik sangat mengenal wanita perkasa ini sebagai atlet lompat jauh andalan Indonesia. Dalam SEA Games Palembang (2011) lalu ia mempersembahkan medali perak bagi Indonesia. Pertengahan Mei lalu, si cantik ini kembali membawa pulang medali emas dari ajang Taiwan Terbuka. 

Maria Natalia Londa, nama lengkapnya, lahir di Bali tanggal 29 Oktober 1980. Meski prestasinya cemerlang dalam cabang lompat jauh, namun Maria juga jago dalam cabang lompat jangkit. Untuk cabang terakhir ini, Maria juga sering mewakili Indonesia dalam berbagai ajang internasional. Meski tinggal di Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, Maria merupakan pemeluk Katolik yang religius. Lulus dari IKIP PGRI Denpasar, kini Maria bekerja di Disdikpora Denpasar. Soal kekasih, Maria juga sudah mempunyai tambatan hati. Masih penasaran? Tweet saja di @marialonda. (MGH/Foto: Koleksi Pribadi)

Elfonda Mekel - Anggun

Salam jumpa kembali Sahabat!

Apa kabar? Sebulan lebih saya tidak menemui Anda. Bukan karena kekurangan materi tulisan karena teramat banyak, bahkan terlalu banyak kelebihan dan prestasi Indonesia di ajang antar bangsa.Sungguh jauh lebih banyak  dari yang mampu saya tulis. Kendalanya dari diri saya sendiri. Lebih sebulan lalu, saya mendapat pekerjaan kantoran baru sebagai Humas di satu perusahaan kosmetika dan klinik kecantikan. Saya sebut pekerjaan kantoran karena selama beberapa tahun belakangan ini saya murni menjalani passion saya sebagai penulis lepas yang 'ngantor' di laptop. Pemilik perusahaan kosmetika yang langsung mewawancarai saya hanya memberi waktu 1 hari sebelum saya harus mulai bekerja. Jadinya segalanya serba kilat dan terburu-buru. Saya tidak sempat menyiapkan stock tulisan untuk blog dan lainnya. bagaimana tidak, hari Sabtu saya wawancara dengan sang pemilik perusahaan, Senin berikutnya saya sudah harus mulai bekerja. Selanjutnya hari-hari saya disibukkan dengan mempelajari berbagai proposal permintaan sponsorhip, laporan, tamu, dan menghadiri berbagai undangan. Selama beberapa Minggu pula saya kehilangan waktu menulis, dan tidak sempat lagi sekedar menengok blog saya termasuk Serabi Indonesia yang dulu saya janjikan menyajikan info baru setiap hari. Mohon maaf, sekali lagi saya 'terpaksa ingkar janji.' Mulai hari ini saya akan berusaha lebih baik lagi untuk mengunjungi Sahabat setiap hari. Apalagi, sejak beberapa hari lalu saya sudah meninggalkan atribut karyawan kantor dan kembali menjadi pekerja mandiri.  Terimakasih banyak untuk sahabat yang bersedia membaca blog sederhana ini, lebih-lebih pada saudara sebangsa yang telah sudi bersahabat dengan Serabi Indonesia. Andalah yang memberi saya semangat untuk terus berbagi tentang betapa besarnya potensi bangsa dan negara kita. Harapan saya,  kita semua bisa lebih menghargai bangsa dan negeri kita sendiri. Mulai minggu ini, setiap hari Senin saya akan membagi link lagu Indonesia yang saya sukai. Semoga segalanya akan lebih baik, makin baik bagi kita semua, bagi Indonesia!



Salam hangat,
Megatruh