Indonesia terdiri dari 740 suku bangsa yang tersebar mulai dari Sabang hingga Merauke. Mereka berkomunikasi dalam 583 bahasa dan dialek! Jumlah suku bangsa maupun bahasa/dialek ini merupakan yang terbanyak di dunia!
Hebatnya, hampir semua orang Indonesia dapat berkomunikasi dalam bahasa persatuan, walaupun sehari-hari berkomunikasi dalam bahasa daerah. Kalaupun ada yang tidak bisa berbahasa Indonesia, itu semata karena alasan 'teknis': hidup di tempat terpencil dan tidak mengenyam pendidikan formal. Dulu, saya menganggap wajar saja bangsa Indonesia bisa berbahasa Indonesia. Tapi sejak mengenal seorang warga negara India yang bekerja sebagai manajer senior di salah satu resort di Dubai dan bertitel MBA, saya makin bangga pada bangsa saya. Betapa tidak, sang manajer India yang berpendidikan tinggi dan bekerja mapan itu tidak menguasai bahasa nasionalnya sendiri, bahasa Hindi. Alasannya, dia berasal dari suku Tamil yang memiliki bahasa sendiri dan India menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi disamping bahasa Hindi. Lebih jauh ia menjelaskan, di negara asalnya, film dibuat dalam berbagai bahasa daerah, tidak hanya dalam bahasa Hindi seperti yang kita saksikan di Indonesia (ada 22 bahasa daerah di India). Tak hanya film, tapi juga TV, musik, dan media massa. Bukan sekedar disulih suara (dubbing) lho, tapi benar-benar dibuat orisinal untuk suku tertentu! Kebalikan dari yang terjadi di indonesia, bukan? Di Indonesia film, musik, dan media massa sebagian besar dalam bahasa Indonesia. Memang ada media massa dan musik yang menggunakan bahasa daerah, tapi yang berbahasa Indonesia tetap lebih banyak dan diterima semua suku.
Penggunaan bahasa daerah di Indonesiapun bukan didasari sentimen suku, tapi sekedar kebutuhan melestarikan dan ekspresi budaya. Saya jadi teringat latar belakang dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia yang semasa SD saya pelajari sekolah. Sungguh, bangsa kita memang berjiwa besar, menempatkan persatuan bangsa di atas ego-sentris kesukuannya, terutama suku Jawa yang merupakan populasi terbesar Indonesia (mencapai 40,6 % pada Juli 2011 berdasarkan CIA - The World Factbook). Bayangkan kalau tiap suku di Indonesia ngotot bahasanya dijadikan bahasa persatuan. Bisa-bisa kita memiliki lebih dari 1 bahasa nasional seperti yang terjadi di Kanada atau Swiss. Masalahnya, kalau Kanada dan Swiss hanya mempunyai 2 bahasa, kita memiliki ratusan bahasa. Terbayang kan repotnya kalau harus berganti-ganti bahasa tiap bepergian? Pergi ke Bandung, harus bisa bahasa Sunda, ke Medan pakai bahasa Batak, ke Papua..nah ini lebih rumit lagi karena banyak suku dengan bahasa maing-masing di sana. Solusinya bisa dengan menggunakan bahasa Inggrius sebagai bahasa resmi seperti di banyak negara. Tapi ini tak bisa menggantikan kebanggaan memiliki bahasa persatuan yang orisinal dari negeri sendiri.
Saya selalu ingat perkataan seorang mahasiswa Jerman yang pernah kuliah bahasa Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Waktu saya tanya alasannya memilih belajar Bahasa Indonesia di Indonesia, dia menjawab ketertarikannya pada Indonesia berawal dari kuliah linguistik di kampusnya di Berlin yang mengajarkan, Indonesia adalah negara dengan bahasa terbanyak di dunia. Dari situ, ia tertarik berlibur ke Toraja. Setelah mengenal Indonesia secara langsung, ia makin jatuh hati dan tak pernah absen berkunjung ke Indonesia setiap tahun hingga akhirnya memutuskan kuliah bahasa Indonesia di Bandung. Hebatnya, sang mahasiswa yang asli Jerman ini sangat fasih berbahasa Indonesia, Toraja, Jawa, dan Sunda. Begitu fasihnya, sehingga apabila kita berkomunikasi dengan Beliau melalui telefon tanpa bertatap muka, kita pasti terkecoh, mengira sedang bercakap-cakap dengan sesama warga Indonesia. Nah, kalau orang lain saja kagum pada kekayaan bahasa kita, kenapa kita tidak bangga? (MGH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar