Minggu, 02 Desember 2012

EKSPEDISI MOUNT EVEREST KOPASSUS 1997 (Bagian 4)

Tim Jalur Selatan (Elmo)

Saya merencanakan untuk beraklimatisasi dengan menginap semalam di sadel selatan (7900 m) untuk kemudian terus mendaki sampai ketinggian 8200 m. Rencana selanjutnya ialah membuka camp darurat di ketinggian 8500 m untuk berjaga-jaga saat turun nanti, andai kata terjadi perubahan cuaca selain karena gerakan turun yang melambat sehingga badai es kemungkinan besar tak bisa dihindari. Karena sherpa berontak dan menolak mengerjakan melaksanakan pekerjaan tersebut, rencana saya ini batal.

Sebagai kompromi saya membantu Apa memasang tali tetap dari Camp 3 ke Yellow Band (Gelbend Band, lereng yang berwarna kuning) pada ketinggian  7500 m. Tanggal 8 April kami mendaki dengan 8 pendaki sampai di lereng kuning, dan turun kembali ke Camp 3. Kami bermalam disini dan 9 April kami turun sampai ke basecamp.

Sekaranglah terlihat perbedaan kondisi dan kemampuan dari setiap pendaki, dengan adanya  ketinggian dan beratnya medan menyeleksi mereka secara alami. Pada tahap ini, para pendaki sipil nampak kurang termotivasi dan mulai kehilangan konsentrasi. Sebaliknya, dengan segala kekurangan pengalaman mereka, para Kopassus nampak kian termotivasi, khususnya tiga orang di antara mereka yang nantinya akan menjadi para pendaki puncak. 


Mereka bergerak dengan enteng dan tahan dengan ketinggian tanpa masalah. Ambisi mereka untuk sampai ke puncak tidak pernah padam. Di waktu kami turun, saya melihat  kemampuan yang mengendor dari para pendaki, kecuali 3 orang Kopassus itu. Mereka turun gunung dari Camp 3 sampai ke basecamp tanpa kesulitan. Ketiga orang ini adalah; Sersan Misirin (31 th), Prajurit Asmujiono (25 th), dan Letnan Iwan Setiawan (29 th).

Untuk summit attack nanti, saya akan membentuk 3 grup: grup saya, Bashkirov, dan Vinogradski. Setiap grup beranggotakan 1 orang pendaki kopassus dan 1 Sherpa. Sementara sherpa lain yang kuat dan sehat harus mendukung  penyerbuan ini juga.

Pada tanggal 9 April kami kembali ke basecamp. Saya yakin beristirahat di daerah yang rendah sebelum summit attack akan sangat berguna. Karena itu saya memutuskan tim untuk beristirahat di perkampungan hutan Deboche (3770 m) selama seminggu. Tidak ada yang lebih baik untuk tubuh dan jiwa manusia selain beristirahat di hutan yang lebat hijau dan kaya akan zat asam. Disini kami bisa menghindar dari hiruk-pikuk basecamp, sebab setelah 3 minggu latihan berat di atas es dan daerah yang menjemukan, maka tubuh dan jiwa tentu menjerit minta diistirahatkan.

Pada perwira penghubung militer kami, Kapten Rochadi, saya menekankan tentang logistik yang harus tersedia di Camp 5, yaitu: dua tenda, sepuluh botol zat asam, kantong tidur,  dan alas tidur. Saya harap selama 7 hari ini Apa dan sherpanya bisa membawa itu semua.

Pada tanggal 21 April tim kembali ke basecamp, tempat kami melakukan seremoni dan berdoa. Mirip para sherpa yang setiap pagi memberi kurban untuk gunung, orang-orang Indonesia selalu mengingat Tuhan (maksudnya shalat - MGH). Saya sangat respek pada kepercayaan mereka.

Wajah-wajah pendaki dan seluruh anggota tim nampak serius khusyuk selama acara seremoni. Di sisa hari ini, para anggota menyiapkan diri untuk pendakian. Selama menunggu hari pendakian mereka semua terlihat tegang. Dalam ketenangan saat bermeditasi, timbul kegembiraan dalam diri saya akan datangnya saat pendakian.

Saya tahu bahwa Camp 5 belum lagi berdiri. Apa meyakinkan saya, Camp itu akan selesai pada hari pendakian ke puncak. Saya juga mohon pertolongan pada sebuah tim Rusia yang kebetulan ada di Camp 3, andai sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada tim kami. Selain itu di Camp 2 juga ada sherpa dari tim lainnya yang akan menolong kami. Bashkirov, Vinogradski, Apa dan saya memlengkapi diri dengan alat komunikasi saat pendakian puncak. Satu atau dua dari kami akan selalu menemani para pendaki Indonesia. Di Sadel Selatan dua sherpa siaga dengan alat komunikasi. Kami juga terhubung dengan tim Rusia di Camp 3, dengan anggota tim kami di Camp 2 di basecamp.

Kabar cuaca dari Kathmandu menggembirakan. Gangguan cuaca baru saja berlalu, dan 5 hari ke depan tampaknya akan aman-aman saja. Tapi di gunung, kata 'aman' adalah relatif. Terlebih pada ketinggian di atas 8000 m. Dengan cuaca bagus pun, jangan disangka tidak ada tantangan.

Pada tanggal 22 April tengah malam 3 orang Rusia dan 6 orang Indonesia meninggalkan basecamp, berjalan di bawah cahaya bulan untuk melakukan pendakian ke puncak Everest. Kami mendaki cepat sampai di Camp 2. Tim pendaki Indonesia juga cepat. Hanya butuh waktu 6 jam sampai di Camp 2 bagi kami tanpa problem.

Tanggal 23 April kami beristirahat di Camp 2.

Tanggal 24 April sebagian dari pendaki dan sherpa tinggal di Camp 2. Bashkirov, Vinogradski dan saya bersama Misirin, Asmujiono dan Iwan mendaki ke Camp 3. Tim kami kelihatan dapat tegar dan stabil, kami juga kadang-kadang bercanda.

Pada tanggal 24 April ini, angin kencang di Sadel Selatan, tapi dari Kathmandu melalui Kapten Rochadi diperoleh kabar bahwa angin kencang itu tak terlalu serius. Diperkirakan dalam 2 hari angin kencang itu akan reda.

Saya menetapkan semua anggota tim pendaki tetap di Camp 3, dan sherpa semua turun ke Camp 2 untuk mencari Apa yang telah berjanji untuk membereskan Camp Darurat, walau sampai sekarang belum beres juga.

Pada tanggal 24 April ini kami beristirahat, dan tanggal 25 April tim kami mencapai Sadel Selatan antara jam 15.00 dan jam 17.00. Pendaki Indonesia telah melalui rute ini tanpa ekstra tabung zat asam dan tanpa problem. Keadaan mereka sangat bagus, kerja sama mereka berfungsi, dan bermotivasi tinggi.


Rute terakhir menuju puncak, setiap pendaki Indonesia harus membawa 2 tabung zat asam, dengan takaran penggunaan tiap dua menit. Sherpa yang juga menggunakan tabung zat asam, harus membawa extra 3 tabung zat asam untuk setiap orang tim pendaki.


Karena kami ekspedisi pertama tahun ini, kami sadar akan membutuhkan banyak tenaga untuk melewati rute ini. Lama tak dilewati orang, salju sampai setinggi paha, dan di ketinggian 8100 sampai 8600 m salju masih saja setinggi dengkul. Dan juga Kami pun harus memasang tali pengaman sendiri.

Untuk pendakian kali ini saya menggunakan tabung zat asam, sebab setelah mengalami kecelakaan bis, saya tidak mengetahui daya tahan badan saya. Jadi untuk menjaga keselamatan saya dan keselamatan orang yang saya jaga, saya harus menggunakan tabung zat asam.

Banyak perubahan kondisi di rute yang akan kami lalui, ketika kami sampai di Sadel Selatan. Seluruh rute yang akan kami lalui, masih penuh dengan salju yang tingginya setengah meter sampai satu meter, sementara sherpa yang masih fit hanya 8 orang. Camp Darurat masih harus dibangun. Saya tidak bisa memaksa sherpa yang dengan beban berat di punggung, untuk cepat mendaki ke atas dan membangun Camp Darurat itu. Kalau saya tetap menuntut mereka melakukan itu, dengan iklim diatas seperti ini, berarti saya adalah orang yang sangat brutal.

Jadi kami punya 8 sherpa, tapi hanya Apa dan Dawa yang akan ikut naik sampai ke puncak, sementara para sherpa yang lainnya nanti harus membawa logistik ke Camp Darurat (8500 m). Apa kembali berjanji dengan saya, "Semua beres, jangan khawatir".

Bashkirov, Vinogradski dan saya mengetahui bahwa tabung zat asam hanya tersedia dalam jumlah pas-pasan, yang berarti nanti dalam keadaan darurat, kami harus mendaki atau turun tanpa tabung zat asam. 
Satu tabung zat asam cukup untuk 6 jam dengan setelan 2 L /menit, meski kondisi penyetelan tersebut sangat jarang. Jika disetel 1liter / menit, maka persediaan akan menjadi dua kali lipat. Peralatan yang akan diangkut keatas juga banyak, di depan kami menunggu kerja yang sangat berat.


Nyambung besok.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar