Di tahun 60-an hingga 70-an, Imron malang melintang sebagai atlet angkat besi tangguh hingga tingkat Asia-Pasifik. Setelah mundur sebagai atlet, Imron tetap malang melintang di dunia angkat besi sebagai pelatih yang menghantarkan banyak anak didiknya menjadi juara hingga kaliber dunia. Sebut saja diantaranya Jadi Setiadi dan Ponco Ambarwati yang berhasil meraih medali di SEA Games hingga Sri Indriyani dan Winarni yang berjaya di Olimpiade. Masih ada puluhan nama lain yang meraih prestasi di tingkat nasional dan internasional. Semua anak didik Imron digembleng di Padepokan Gajah Lampung milik Imron di Pringsewu. Di kompleks padepokan itu pula Imron dan keluarganya tinggal.
Imron atau Liu Nyok Siong lahir di Pringsewu (Lampung), 5 Maret 1944 dari keluarga pengusaha yang kaya. Sang ayah tak hanya memiliki pabrik rokok tapi juga puluhan toko dan perkebunan yang luas. Tak heran, sejak dini Imron telah dididik untuk meneruskan profesi sang ayah menjadi pengusaha. Tak disadari ayahnya, Imron menyimpan obsesi menjadi orang kuat gara-gara sering melihat pedagang obat di depan salah satu toko kain milik ayahnya. Diam-diam, Imron mulai berlatih angkat besi. Untungnya, Imron memiliki kekasih yang tak hanya mengerti namun juga sangat mendukung panggilan jiwanya sebagai atlet angkat besi. Tak hanya dukungan moril yang diberikan Yuniarti, dukungan finansialpun rela diberikan pada pria pujaan hatinya. Bayangkan saja. Saat Imron butuh dana tambahan untuk membeli alat-alat latihan angkat besi, Yuniarti tanpa ragu menutup kekurangannya. Kini, setelah menjadi Nyonya Imron Rosadi, Yuniarti tetap mendukung sang suami mengelola padepokan. Kalau Imron berkonsentrasi pada pencarian bibit dan pelatihan, Yuniartilah yang mengurus kebutuhan para anak didik termasuk mengelola keuangan mereka. Para atlet yang berlatih di Gajah Lampung memang mendapat fasilitas asrama, uang saku, dan makan-minum. Biaya sekolah merekapun ditanggung padepokan. Tak hanya sang atlet, keluarga merekapun diurus oleh padepokan. Semua itu dilakukan Imron agar para anak didiknya fokus berlatih mengejar prestasi. Dananya sebagian besar diperoleh dari bisnis jual-beli mobil bekas, toko jam, juga penjualan hasil pertanian milik Imron, dan sebagian kecil dari bantuan pemerintah.
Untuk mencari anak didik, Imron dan asistennya rajin keluar masuk kampung mencari anak-anak dari keluarga miskin, laki-laki maupun perempuan, yang mau dilatih angkat besi. Selain memang tertarik menjadi atlet, sebagian dari anak-anak yang bergabung mengaku tertarik pada fasilitas makan gratis dan uang saku yang ditawarkan Gajah Lampung. Diakui Imron, dari 100 anak yang berlatih, belum tentu ada 1 orang yang sukses menjadi atlet angkat besi. Padahal biaya yang dikeluarkan Imron untuk melatih anak-anak didiknya terbilang besar hingga tak terhitung lagi harta benda yang terpaksa dijualnya untuk menyambung nafas padepokan. Toh, Imron tak putus asa. Kecintaannya pada angkat besi dan kebahagiaannya melihat anak-anak didiknya sukses tak bisa dihargai dengan harta. Imronpun memikirkan asa depan anak-anak didiknya dengan menerapkan manajemen keuangan sederhana. Setiap anak didiknya dibuatkan rekening bank untuk menyimpan hadiah-hadiah mereka. Dengan cara ini, diharapkan anak-anak didiknya mempunyai tabungan yang cukup untuk bekal hidup setelah tak lagi berprestasi sbegai atlet angkat besi.
Di balik kesuksesannya, Imron menyimpan kekhawatiran terhadap nasib padepokannya. Ayah 2 putra dan 1 putri ini tidak yakin, Padepokan Gajah Lampung yang didirikan dan dibinanya dengan segala daya selama ini tak akan mampu bertahan sepeninggalnya.
Prestasi:
Untuk mencari anak didik, Imron dan asistennya rajin keluar masuk kampung mencari anak-anak dari keluarga miskin, laki-laki maupun perempuan, yang mau dilatih angkat besi. Selain memang tertarik menjadi atlet, sebagian dari anak-anak yang bergabung mengaku tertarik pada fasilitas makan gratis dan uang saku yang ditawarkan Gajah Lampung. Diakui Imron, dari 100 anak yang berlatih, belum tentu ada 1 orang yang sukses menjadi atlet angkat besi. Padahal biaya yang dikeluarkan Imron untuk melatih anak-anak didiknya terbilang besar hingga tak terhitung lagi harta benda yang terpaksa dijualnya untuk menyambung nafas padepokan. Toh, Imron tak putus asa. Kecintaannya pada angkat besi dan kebahagiaannya melihat anak-anak didiknya sukses tak bisa dihargai dengan harta. Imronpun memikirkan asa depan anak-anak didiknya dengan menerapkan manajemen keuangan sederhana. Setiap anak didiknya dibuatkan rekening bank untuk menyimpan hadiah-hadiah mereka. Dengan cara ini, diharapkan anak-anak didiknya mempunyai tabungan yang cukup untuk bekal hidup setelah tak lagi berprestasi sbegai atlet angkat besi.
Di balik kesuksesannya, Imron menyimpan kekhawatiran terhadap nasib padepokannya. Ayah 2 putra dan 1 putri ini tidak yakin, Padepokan Gajah Lampung yang didirikan dan dibinanya dengan segala daya selama ini tak akan mampu bertahan sepeninggalnya.
Prestasi:
- Medali emas SEA Games (1972)
- Juara Kejuaraan Asia-Pasifik, Australia (1972)
- Lifter Terbaik ASEAN
(MGH/Foto: Berita Daerah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar