Senin, 14 Januari 2013

BJ HABIBIE : TUAN RETAK YANG JENIUS



Siapapun tahu, Presiden ketiga Republik Indonesia ini merupakan pakar teknik penerbangan terkemuka dunia. Dari kejeniusannya, lahir 3 teori penerbangan tentang thermodinamika, konstruksi, dan aerodinamika yang dikenal sebagai Habibie Factor, Habibie Theorem, serta Habibie Method. Ketiga teori tersebut diakui dan digunakan di dunia penerbangan internasional hingga kini. Pencapaian luar biasa ini juga membuat pemerintah Jerman menganugerahkan kewarganegaraan kehormatan bagi Pak Habibie.

Lahir tepat 25 Juni 1936 di Parepare (Sulawesi Selatan) dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo, Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan anak ke-4 dari 8 bersaudara. Sang yah, ahli pertanian dari Gorontalo sementara ibunya wanita bangsawan Jawa. Meski dilahirkan dalam keluarga berkecukupan, namun hidup Habibie remaja tak sepenuhnya mulus. Saat usianya 14 tahun, sang ayah berpulang. Sepeninggal sang ayah, Habibie pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan hingga lulus Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelum kemudian terbang ke Jerman, memperdalam bidang konstruksi pesawat terbang di RWTH Aachen hingga meraih gelar Doktor. Berbeda dengan kebanyakan orang lain, Habibie menolak tawaran posisi Guru Besar dari almamaternya.

Di Jerman, Habibie semakin cemerlang. Thesisnya tentang konstruksi ringan supersonic atau hipersonik menarik perhatian 2 perusahaan pesawat raksasa dunia, Boeing dan Airbus yang menawarkan posisi padanya. Namun, Habibie menolak dan memilih bekerja di perusahaan penerbangan Jerman Messerschmitt-Bolkow-Blohm di Hamburg. Saat bekerja di perusahaan inilah Habibie mencetuskan 3 teorinya yang terkenal. Teorinya yang palig terlenal tentang retakan pesawat, membuatnya dijuluki Mr Crack alias Tuan Retak. Karirnyapun makin melesat hingga menduduki posisi Wakil Presiden Direktur Bidang Teknologi. Kesuksesan putra Indonesia ini terdengar hingga ke Indonesia. Presiden Soeharto yang kala itu memimpin Indonesia langsung mendekati Habibie, memintanya pulang untuk ikut membangun negeri kelahirannya. Meski telah nyaman dan terhormat di negara orang, kecintaan Habibie pada negeri kelahirannya tetap sangat kuat. Iapun memenuhi panggilan negara, pulang ke Indonesia (1973).

Setelahnya, seperti yang Sahabat tahu, Habibie  giat membangun teknologi kedirgantaraan Indonesia. Setelah 5 tahun menjabat Direktur Utama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Habibie diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi selama 20 tahun sebelum kemudian dipilih menjadi Wakil Presiden. Dalam gejolak politik seputar reformasi, Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang meletakkan jabatan. BJ Habibie menjabat presiden Republik Indonesia selama sekitar 17 bulan (21 Mei 1998-20 Oktober 1999).

Tak hanya jago soal pesawat terbang, Habibie pernah memenangkan lomba merancang kereta api di Jerman dan mendapat hadiah sejumlah uang. Hadiah inilah yang digunakannya untuk menengok kampung halamannya di Indonesia. Tak diduga, perjalanan pulang kampung  ini mempertemukannya kembali dengan Hasri Ainun, teman semasa kecil yang juga teman sekolahnya sejak SMP hingga SMA di Bandung. Saat itu, Ainun juga telah menamatkan pendidikan kedokterannya di Universitas Indonesia (UI). Pertemuan ini menumbuhkan benih cinta di hati Habibie pada wanita cerdas berdarah Jawa berpembawaan lembut  itu. Tak sampai 3 bulan kemudian, keduanya menikah. Tentang cinta diantara mereka,  Ainun sering menggoda suaminya ‘kuwalat’ padanya karena semasa sekolah Habibie sering meledek Ainun jelek dan hitam. Nyatanya, ketika bertemu lagi setelah terpisah sekian tahun,  Habibie justru terpesona melihat kecantikan Ainun. Lucunya, semasa sekolah di SMAK Dago Bandung, Habibie sering dijodohkan dengan Ainun oleh salah seorang gurunya. Pasalnya, Habibie dan Ainun sama-sama murid terpandai dalam bidang ilmu pasti. Pak Guru itu berkat pada Habibie, “Kamu kelak menikah saja dengan Ainun, pasti anaknya nanti pintar!” Pasangan abadi ini dikaruniai 2 orang putra Ilham Akbar dan Thareq Kemal. Salah seorang cucu Habibie, Agasha Kareef, mewarisi kejeniusan sang kakek. Agasha yang baru duduk di kelas 2 SMP, sejak SD sering menjuarai Olimpiade matematika tingkat internasional.

Setelah tak lagi menjabat presiden, Habibie lebih banyak bermukim di Jerman karena kesehatan sang istri yang semakin memburuk. Habibie kembali ke Indonesia setelah wafatnya istri tercinta (2010). Kini Beliau aktif mengurus Habibie Centre di samping giat menulis buku dan artikel.  Ingin bertemu Pak Habibie, bisa coba kontak Beliau di kantor Habibie Center Jl. Kemang Selatan No. 98 Jakarta Selatan Telp. (021) 7817211 (MGH/Foto: Wibowo Santosa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar