Siapapun tahu, Presiden
ketiga Republik Indonesia ini merupakan pakar teknik penerbangan terkemuka
dunia. Dari kejeniusannya, lahir 3 teori penerbangan tentang thermodinamika,
konstruksi, dan aerodinamika yang dikenal sebagai Habibie Factor, Habibie
Theorem, serta Habibie Method. Ketiga teori tersebut diakui dan digunakan di
dunia penerbangan internasional hingga kini. Pencapaian luar biasa ini juga
membuat pemerintah Jerman menganugerahkan kewarganegaraan kehormatan bagi Pak
Habibie.
Lahir tepat 25
Juni 1936 di Parepare (Sulawesi Selatan) dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie
dan R.A. Tuti Marini Puspowardojo, Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan anak
ke-4 dari 8 bersaudara. Sang yah, ahli pertanian dari Gorontalo sementara
ibunya wanita bangsawan Jawa. Meski dilahirkan dalam keluarga berkecukupan,
namun hidup Habibie remaja tak sepenuhnya mulus. Saat usianya 14 tahun, sang
ayah berpulang. Sepeninggal sang ayah, Habibie pindah ke Bandung untuk melanjutkan
pendidikan hingga lulus Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelum kemudian
terbang ke Jerman, memperdalam bidang konstruksi pesawat terbang di RWTH Aachen
hingga meraih gelar Doktor. Berbeda dengan kebanyakan orang lain, Habibie
menolak tawaran posisi Guru Besar dari almamaternya.
Di Jerman,
Habibie semakin cemerlang. Thesisnya tentang konstruksi ringan supersonic atau
hipersonik menarik perhatian 2 perusahaan pesawat raksasa dunia, Boeing dan
Airbus yang menawarkan posisi padanya. Namun, Habibie menolak dan memilih bekerja
di perusahaan penerbangan Jerman Messerschmitt-Bolkow-Blohm di Hamburg. Saat
bekerja di perusahaan inilah Habibie mencetuskan 3 teorinya yang terkenal. Teorinya
yang palig terlenal tentang retakan pesawat, membuatnya dijuluki Mr Crack alias Tuan Retak. Karirnyapun makin
melesat hingga menduduki posisi Wakil Presiden Direktur Bidang Teknologi.
Kesuksesan putra Indonesia ini terdengar hingga ke Indonesia. Presiden Soeharto
yang kala itu memimpin Indonesia langsung mendekati Habibie, memintanya pulang untuk
ikut membangun negeri kelahirannya. Meski telah nyaman dan terhormat di negara orang,
kecintaan Habibie pada negeri kelahirannya tetap sangat kuat. Iapun memenuhi
panggilan negara, pulang ke Indonesia (1973).
Setelahnya,
seperti yang Sahabat tahu, Habibie giat
membangun teknologi kedirgantaraan Indonesia. Setelah 5 tahun menjabat Direktur
Utama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), Habibie diangkat menjadi
Menteri Negara Riset dan Teknologi selama 20 tahun sebelum kemudian dipilih
menjadi Wakil Presiden. Dalam gejolak politik seputar reformasi, Habibie
menggantikan Presiden Soeharto yang meletakkan jabatan. BJ Habibie menjabat
presiden Republik Indonesia selama sekitar 17 bulan (21 Mei 1998-20 Oktober
1999).
Tak hanya jago
soal pesawat terbang, Habibie pernah memenangkan lomba merancang kereta api di
Jerman dan mendapat hadiah sejumlah uang. Hadiah inilah yang digunakannya untuk
menengok kampung halamannya di Indonesia. Tak diduga, perjalanan pulang kampung
ini mempertemukannya kembali dengan Hasri
Ainun, teman semasa kecil yang juga teman sekolahnya sejak SMP hingga SMA di
Bandung. Saat itu, Ainun juga telah menamatkan pendidikan kedokterannya di Universitas
Indonesia (UI). Pertemuan ini menumbuhkan benih cinta di hati Habibie pada
wanita cerdas berdarah Jawa berpembawaan lembut itu. Tak sampai 3 bulan kemudian, keduanya
menikah. Tentang cinta diantara mereka, Ainun
sering menggoda suaminya ‘kuwalat’ padanya karena semasa sekolah Habibie sering
meledek Ainun jelek dan hitam. Nyatanya, ketika bertemu lagi setelah terpisah
sekian tahun, Habibie justru terpesona
melihat kecantikan Ainun. Lucunya, semasa sekolah di SMAK Dago Bandung, Habibie
sering dijodohkan dengan Ainun oleh salah seorang gurunya. Pasalnya, Habibie dan
Ainun sama-sama murid terpandai dalam bidang ilmu pasti. Pak Guru itu berkat
pada Habibie, “Kamu kelak menikah saja dengan Ainun, pasti anaknya nanti
pintar!” Pasangan abadi ini dikaruniai 2 orang putra Ilham Akbar dan Thareq
Kemal. Salah seorang cucu Habibie, Agasha Kareef, mewarisi kejeniusan sang
kakek. Agasha yang baru duduk di kelas 2 SMP, sejak SD sering menjuarai
Olimpiade matematika tingkat internasional.
Setelah tak lagi
menjabat presiden, Habibie lebih banyak bermukim di Jerman karena kesehatan
sang istri yang semakin memburuk. Habibie kembali ke Indonesia setelah wafatnya
istri tercinta (2010). Kini Beliau aktif mengurus Habibie Centre di samping
giat menulis buku dan artikel. Ingin
bertemu Pak Habibie, bisa coba kontak Beliau di kantor Habibie Center Jl.
Kemang Selatan No. 98 Jakarta Selatan Telp. (021) 7817211 (MGH/Foto: Wibowo Santosa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar