Sabtu, 02 Maret 2013

MOCHTAR LUBIS : WARTAWAN SENIOR YANG MENDUNIA


Bagi penikmat sastra, nama Mochtar Lubis jelas tak asing lagi. Karya-karyanya seperti Harimau-Harimau, Maut dan Cinta, Musim Gugur, dicatat dengan tinta emas dalam sejarah sastra Indonesia sebagai karya-karya berkualitas sepanjang masa. Novel tersohornya yang lain, Jalan Tak Ada Ujung, bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh penulis Negeri Pangeran Charles, A.H. John dan diterbitkan di London pertama kali di tahun 1968 dengan judul A Road With No End. Novelnya yang juga sangat ternama, Harimau Harimau, terinspirasi dari pengalamannya saat lintas alam di hutan Sumatera dan bertemu harimau. Menjelajah alam memang merupakan salah satu hobinya. 

Tak hanya itu. Mochtar Lubis juga merupakan tokoh pers Indonesia yang juga salah seorang pendiri kantor berita ANTARA. Di era Orde Lama, Mochtar dikenal sebagai pengkritik Presiden Soekarno yang vokal. Akibatnya, ia sempat dijebloskan ke penjara dengan tuduhan subversif selama hampir 9 tahun hingga dibebaskan tahun 1966. Pengalaman dan buah pikirannya selama dipenjara telah dituangkannya dalam buku berjudul Catatan Subversif (1980).

Sebagai wartawan, nama besar Mochtar Lubis tak hanya diakui di Indonesia namun juga di tingkat internasional. Ini terbukti dengan kepercayaan yang diberikan padanya untuk menduduki posisi Presiden Press Foundation of Asia, anggota Dewan Pimpinan International Association for Cultural Freedom, juga anggota World Futures Studies Federation. Beliau juga pernah menjadi juri kompetisi foto jurnalistik internasional paling bergengsi, World Press Photo (WPP) di Amsterdam (Belanda).

Mochtar Lubis lahir di Padang, 7 Maret 1922. Bakat menulis putra ke-6 dari 12 anak Raja Pandapotan Lubis, seorang pejabat pemerintahan ini telah nampak sejak usia kanak-kanak dengan menulis cerita-cerita pendek untuk majalah anak. Kesukaannya menulis dipupuk didikan sang ayah yang mengarahkan anak-anaknya gemar membaca dengan membuat perpustakaan pribadi di rumah. Uniknya, meskipun bekerja sebagai pejabat pemerintah di daerahnya, sang ayah mengarahkan Mochtar dan saudara-saudaranya untuk menekuni profesi di luar pegawai pemerintahan. Tak heran, cita-cita Mochtar kecil sebagai dokterpun padam dengan sendirinya. 

Setelah dewasa dan berkecimpung di dunia jurnalistik, ia tetap menulis cepen dan novel. Bersama rekan-rekannya sesama sastrawan, Mochtar juga mendirikan Horizon, majalah sastra yang disegani hingga kini. Namun sebenarnya, Mochtar sempat menekuni beberapa pekerjaan sebelum menekuni jurnalistik. Setelah lulus Sekolah Ekonomi Kayutanam (Sumatera Barat), ia sempat menjadi guru di Nias, sebelum pindah ke Batavia (kini Jakarta) dan bekerja di sebuah bank. Ketika Jepang menduduki Indonesia, Mochtar sempat bekerja sebagai penerjemah berita-berita internasional untuk tentara Jepang. Inilah awal persingungannya dengan jurnalistik. Sedangkan pendidikan formal terakhir ditempuhnya di University of Hawaii, Amerika Serikat. 

Selain sastra dan jurnalistik, Mochtar juga sangat menggemari yoga yang dikenalnya saat dipenjara. Menikah dengan Siti Halimah dan dikaruniai 3 anak serta 8 cucu. Mochtar Lubis wafat di RS Medistra, Jakarta tanggal 2 Juli 2004, 3 tahun setelah sang istri tutup usia. Sebelumnya, kesehatan sang tokoh pers memang menurun drastis sejak berpulangnya sang istri tercinta (2001). Ia tak mampu lagi mengenali orang-orang di sekitarnya, bahkan terus memanggil-manggil nama almarhumah istrinya. Pada orang dekatnya, Mochtar mengatakan tak mampu mencintai wanita selain almarhumah Siti Halimah, istrinya. Mochtar dimakamkan di samping pusara sang istri di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

Nama besar Mochtar Lubis di dunia internasional terbukti dengan penghargaan-penghargaan internasional yang diperolehnya. Tidak cuma itu. Setidaknya ada 4 penelitian yang dilakukan warga negara asing atas Mochtar Lubis. Sesuatu yang tak mungkin terjadi bila sang tokoh tak diakui kontribusi dan prestasinya di tingkat internasional.

Penghargaan:
- Ramon Magsaysay Award, Filipina (1958)
- World Federation of Editor and Publishers's Golden Pen of Freedom Award (1967)

Studi Tentang Mochtar Lubis:
  • Henri Chambert-Loir, Mochtar Lubis, une vision de l'IndonĂ©sie Contemporaine (disertasi, Paris, 1974)
  • David T. Hill, Mochtar Lubis: Author, Editor, and Political Actor (disertasi, Canberra, 1989)
  • David T. Hil, ‘Mochtar Lubis’, Inside Indonesia, Vol. 83, July-September 2005, p.23.
  • David T. Hill, Journalism and Politics in Indonesia: A Critical Biography of Mochtar Lubis (1922-2004) as Editor and Author, (Routledge, London & New York, 2010). (MGH/Foto: Taman Ismail Marzuki)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar