Yang mengenal Maman Suryaman semasa kecil, tentu dulu tidak mengira anak kurus dan kecil di kemudian hari menjadi atlet angkat besi internasional yang mengharumkan nama bangsa sekaligus merubah kehidupan keluarganya. Apalagi dibanding kelima adiknya, si sulung ini juga paling kecil. Lahir hanya dengan berat 2 kg sehinga harus dirawat dalam inkubator selama beberapa waktu. Titik balik kehidupan Maman berawal dari persahabatannya dengan tetanganya yang atlet angkat besi, Dede Rochman. Maman yang sering menemani Dede berlatih, tidak hanya berpangku tangan di tempat latihan angkat besi. Tanpa ada yang menyuruh, Maman berinisiatif membuatkan minum hingga membersihkan barbel. Sikap Maman yang sopan dan rajin menarik perhatian Irwan Siregar hingga mengajak Maman ikut berlatih. Jelas, Maman menerima. Selanjutnya, sudah ketahuan ceritanya. Lahirlah sang atlet angkat besi kelas dunia bertinggi/berat 159 cm/55 kg.
Masa kecil Maman tidaklah seindah prestasinya. Lahir di Bandung tanggal 6 November 1962 dengan nama Suryaman, sejak umur 2 tahun, Maman sudah ditinggal ayah kandungnya yang pulang ke kampung halamannya di Palembang. Maman kecil dirawat sendiri oleh sang ibu, Yati, yang mencari nafkah dengan membuka warung nasi. Maman yang waktu bayi lahir dengan berat badan di bawah normal, tumbuh menjadi anak yang kecil dan sangat kurus. Bahkan saat usianya sudah 15 tahun berat badannya masih 39 kg. Karena itu, ibunya menentang waktu Maman berlatih angkat besi.
Dari sekian prestasi Maman selama menjadi atlet angkat besi, ada kisah menarik di balik medali perunggu yang diperolehnya dalam Asian Games New Delhi tahun 1982. Total angkatan Maman sebenarnya sama beratnya dengan yang berhasil diangkat atlet Korea Utara dan Jepang. Hanya saja, setelah ditimbang ternyata berat badan Maman kelebihan 0,3 kg dibanding atlet Korea Utara dan Jepang itu. Jadilah medali emas diberikan pada Korea Utara, perak untuk Jepang, dan Indonesia membawa pulang perunggu.
Lulus Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bandung, Maman bekerja sebagai guru olahraga di SD Sejahtera, juga di Bandung. Namun, olahraga angkat besi tidak penah ditinggalkannya. meskipun tidak lagi menjadi atlet, Maman aktif sebagai salah satu pengurus PABBSI Jawa Barat dan kini menjabat sebagai Ketua. Ia selalu bersemangat mencari bibit-bibit atlet angkat besi di seantero Jawa Barat. Maman juga mendirikan klub angkat besi Tovo Bandung yang telah melahirkan atlet-atlet angkat besi handal, salah satunya Sri Wahyuni peraih medali perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Anak-anak didik Maman mayoritas dari keluarga tidak mampu dan termotivasi keinginan memperbaiki nasib keluarga. Untuk mereka, selain memberi porsi latihan yang tepat, Maman juga menyediakan makan sehat gratis setiap berlatih.
Maman menikah dengan Luky Normala, salah seorang pengagumnya. Uniknya, mereka berkenalan lewat surat. Luky yang penggemar Maman, menyurati sang atlet idola. Maman yang penasaran, datang bertamu ke rumah Luky. Dan, cintapun bersemi hingga ke pelaminan. Keluarga Maman Suryaman dan Luky Normala tinggal di rumah mungil hadiah salah seorang pengusaha budiman. Selain tidak pernah merokok sejak kecil, Maman menjaga kesehatan dengan olahraga atletik, voli, dan berenang. Diidolakan banyak orang, Maman sendiri mengidolakan Bung Karno dan Eva Arnaz.
Alamat:
Jl. Embong 6tA, Bandung
Prestasi
- Medali perak Kejuaraan Dunia Angkat Besi Yunior Lugano (Italia, 1981)
- Medali emas angkat besi SEA Games Manila, 1981
- Medali perunggu angkat besi nomor clean and jerk Asian Games New Delhi 1982
- Medali perunggu angkat besi Asian Games New Delhi 1982
- Medali perunggu angkat besi Asian Games New Delhi 1982
- Medali emas Kejuaraan Angkat Berat International Mooba V Melbourne (Australia, 1983)
(mgh/foto: Tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar