Minggu, 30 September 2012

RMP SOSROKARTONO : KEPALA PENERJEMAH LIGA BANGSA-BANGSA


Jauh sebelum Indonesia merdeka, telah banyak tokoh berprestasi internasional yang berasal dari negeri ini. Salah satunya, RMP Sosrokartono, salah seorang kakak pejuang emansipasi, RA Kartini. Meski nama Beliau sangat jarang disebut di negerinya sendiri, Sosrokartono pernah memiliki posisi terpandang di tingkat dunia, bahkan berperan dalam sejarah dunia. 

Pria asal Jepara (Jawa Tengah) ini lulus dengan predikat summa cum laude dari Universitas Leiden (Belanda). Kepintaran Beliau tak hanya di atas kertas, terbukti dengan menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah! Suatu kemampuan luar biasa  yang  sangat jarang disamai orang lain, bahkan di masa sekarang ini. Setelah tamat pendidikan di Leiden, Beliau bekerja sebagai wartawan di beberapa media di Eropa, hingga kemudian menjadi perwakilan harian bergengsi Amerika Serikat, The New York Herald Tribune di Wina (Austria). Mengingat situasi yang genting saat itu, Panglima Perang Amerika Serikat memberikan pangkat Mayor untuk Sosrokartono agar lebih lancar menjalankan tugasnya di Austria. Uniknya, Sosrokartono tak pernah mengambil gajinya sebesar 1250 dollar, yang pada masa itu sangat besar di masa itu untuk ukuran Eropa sekalipun!

Ketika perang dunia pertama pecah, Sosrokartono turut terlibat dalam upaya penghentian perang besar itu. Sosrokartono pulalah yang menjadi satu-satunya penerjemah sekutu, termasuk dalam perundingan-perundingan rahasia antara kedua blok yang bertikai. Setelah perang usai, Sosrokartono dipercaya menjadi kepala penerjemah untuk semua bahasa di Liga Bangsa-Bangsa (kemudian menjadi Persatuan Bangsa-Bangsa/PBB). 

Ternyata semua itu tak menjadikan Sosrokartono bangga apalagi bahagia. Sebaliknya, ia merasa gagal dan memutuskan pulang ke Indonesia. Bukannya masuk ke jajaran elit penguasa, Sosrokartono justru memilih hidup sebagai tabib aliran Kejawen. 2 orang professor Eropa yang sengaja datang ke Indonesia untuk mencari Sosrokartono, menemukan ahli bahasa yang pernah berpengaruh di dunia itu sedang menggosok keris dan batu cincin di rumah Beliau, Jl. Pungkur No. 19 Bandung. Di rumah itulah Beliau tinggal sejak meninggalkan Eropa hingga tutup usia. Saat baru tiba dari Eropa, sebenarnya Beliau telah mendapat tawaran jabatan dari pemerintah Kolonial Belanda, namun ditolak karena Beliau lebih memilih mengabdi sebagai guru di Taman Siswa. Sayang, karena tekanan Pemerintah Kolonial Belanda pula, Beliau terpaksa keluar dari Taman Siswa dan menjadi tabib. 

Raden Mas Panji Sosrokartono, lahir 10 April 1877 dan tutup usia pada 8 Februari 1952. Beliau putera bupati Jepara, RM Adipati Ario Sosroningrat. dengan Ngasirah. Sebagai putera bangsawan, sejak kecil Beliau bersekolah di sekolah Belanda. Di sore hari, Beliau belajar mengaji bersama saudara-saudara Beliau. Sepanjang hidupnya, RMP Sosrokartono tidak menikah dan tidak mempunyai murid. Kini, Beliau telah beristirahat dengan tenang di pemakaman keluarga Sedhomukti di Kudus (Jawa Tengah). 

"Ing donya mung kebak kangelan. Sing ora gelem kangelan aja ing donya! (Dunia ini hanya penuh kesusahan. Yang tidak mau susah jangan di dunia)" - RMP Sosrokartono. (MGH/Foto: Melayu Online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar