Senin, 25 Februari 2013

TAN JOE HOK : RAKET PERTAMANYA BAKIAK SANG IBU


Salah seorang pebulutangkis legendaris Indonesia yang berjasa memboyong Piala Thomas untuk pertamakalinya ke pangkuan Pertiwi (1958). Selain bermain di nomor tungal, Tan juga berlaga di nomor ganda bersama saudara iparnya, Lie Poo Djian. Keberhasilan Indonesia memboyong Piala Thomas kala itu meledakkan eforia di seluruh Indonesia, bahkan menjadi perhatian media olaharag dunia. Berbagai puja-puji dicurahkan pada para atlet anggota Tim Thomas Indonesia, termasuk Tan Joe Hok. Ada yang menyebut mereka '7 Magnificents', '7 Pahlawan Bulutangkis', dan sebagainya. Namun, Tan menolak disebut pahlawan. Ia lebih senang disebut pionir. 

Setelah gantung raket, Tan tetap berkecimpung dalam olahraga bulutangkis sebagai pelatih di PB Djarum Kudus merangkap Manajer Proyek cabang PB Djarum di Jakarta. Sebelumnya, Tan sempat melatih di Mexiko dan Hong Kong. Di luar bulutangkis yang menjadi panggilan jiwanya, Tan menceburkan diri ke dunia bisnis dengan mendirikan perusahaan Mandala Pest Control. 

Di eranya, Tan dijuluki 'The Giant Killer' oleh media internasional. Pasalnya, meski tubuhnya tergolong kecil, Tan telah membuktikan kelasnya dengan 'membantai' para pebulutangkis besar dunia. Majalah olaahraga terkemuka Amerika Serikat di era 50-an, Sport Illustrated pernah menurunkan profil lengkap Joe Hok dan menjulukinya 'Pemain yang Tak Terkalahkan'. 

Tan Joe Hok kadang  disebut dengan Tan Yoe Hok alias Hendra Kartanegara. Lahir di Sumedang (Jawa Barat), 11 Agustus 1937. Ia anak ke-2 dari 7 bersaudara. Berasal dari keluarga pedagang, Tan awalnya lebih dulu menggemari sepak bola. Minatnya pada bulutangkis mulai tumbuh saat keluarganya pindah ke Bandung dan tinggal di Gang Kote. Di sana, banyak orang yang bermain bulutangkis. Setelah keluarganya pindah ke rumah berhalaman luas di kawasan Cicendo, sang ayah membuat lapangan bulutangkis sederhana dengan garis terbuat dari bambu di halaman rumah mereka. Saat itu Tan berumur 12 tahun. Tak hanya dipakai keluarga Tan, para tetanggapun bergantian berlatih bulutangkis di lapangan 'eksklusif' itu. Tanpun tertarik eforia para tetangga dan keluarganya. Karena belum punya raket, awalnya ia bermain bulutangkis dengan memakai bakiak/kelompen/kelom ibunya sebagai pengganti raket. Teman berlatihnya, pembantu rumah tangga keluarga.  Seringnya bermain bulutangkis di rumah, membuat Tan jatuh hati pada olahraga teplok bola bulu angsa itu dan bergabung dengan klub Blue White (kemudian beralih nama menjadi PB Mutiara).

Meski berprestasi internasional dalam olahraga, Tan tak melupakan pendidikan formal. Ia bahkan bisa menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Baylor University, Texas, Amerika Serikat, tempat ia meraih gelar sarjana bidang kimia dan biologi. Tan menikah dengan dara cantik Goei Kiok Nio dan dikaruniai 2 anak, Mariana dan Didik Kartanegara. Mereka tinggal di Jl.Mandala, belakang Kompleks Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan. Sayang, sang istri telah berpulang di tahun 1998. Untuk mengisi waktu sepeninggal sang istri, Tan belajar bahasa asing, memotret, dan menonton acara berita di TV. Iapun aktif dalam Komunitas Bulutangkis dan membantu para mantan atlet dan pelatih yang kurang beruntung di masa tua mereka. Kisah hidup  Tan Joe Hok telah difilmkan dengan judul 'Tan'. 

Prestasi:
- Juara Thomas Cup 1958 (bersama Tim Indonesia)
- Juara All England 1959 
- Juara US Open 1959
- Juara Canadian Open 1959
- Juara US Open 1960
- Juara Canadian Open 1960
- Juara Thomas Cup 1961 (bersama Tim Indonesia)
- Medali emas Asian Games 1962
- Juara Thomas Cup 1964 (bersama Tim Indonesia)
(MGH/Foto: Baltyra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar