Namanya masih sangat baru di jagad mode Indonesia. Tapi di tataran internasional perancang mode Heaven Tanudiredja sudah malang melintang selama bertahun-tahun.Tidak hanya karena aksesoris yang dirancang dan memakai label namanya sendiri sukses menembus butik-butik eksklusif di Inggris, Italia, dan Amerika Serikat, namun kualitasnya sebagai perancang juga sangat mumpuni. Terbukti Heaven menyabet penghargaan Christine Mathijs Award dari Dries van Noten saat masih di tahun kedua belajar mode di Royal Academy of Fine Arts, Antwerp, Belgia. Tak heran, setelah lulus Heaven langsung direkrut perancang busana legendaris Belgia itu. Setelah 3 tahun bergabung dengan tim Dries van Noten, Heaven memutuskan mendirikan labelnya sendiri "Heaven Tanudiredja" dan merancang aksesoris.
Heaven Tanudiredja, lahir di Jakarta tanggal 7 Juni 1982. Sempat belajar mode di ESMOD Jakarta kemudian bekerja pada perancang busana terkemuka Biyan Wanaatmadja. Melihat bakat Heaven, Biyan mendorong Heaven untuk kembali ke bangku kuliah, memperdalam ilmu tentang mode. Jalan makin terbuka ketika Heaven diterima di Royal Academy of Fine Arts di Antwerp, Belgia, salah 1 dari 4 sekolah mode terbaik di dunia. Dan kemudian berkarir sebagai perancang mode di Antwerp, Belgia.
Sepuluh tahun menetap di Belgia, heaven mulai merasa bosan. Ia merasa kehidupan moden di sana membuat segalanya terlalu mudah tapi kurang tantangan dan kosong. Saat itulah ia mendapat tawaran masuk warganegara Belgia. Dilematis karena karirnya yang sudah sangat mapan di Belgia. Heavenpun curhat pada sang ibu yang selalu mendukungnya. Ternyata, ibunya tidak setuju Heaven masuk warganegara Belgia. "Durhaka pada tanah kelahiran kalau sampai pindah!" cetus sang ibu. Kata-kata ibunya itu tergiang terus di kepala Heaven. Eropa jadi makin tak menarik bagi Heaven hingga akhirnya ia memutuskan pulang ke Indonesia, meninggalkan segala yang sudah sangat mapan di Belgia. Awal tahun ini Heaven resmi kembali bermukim di tanah kelahirannya, Indonesia.
Di Indonesia, Heaven memulai segalanya dari awal lagi. Ia mendirikan label heaven Tanudiredja, kali ini tidak hanya merancang aksesoris tapi juga adibusana untuk pri dan wanita. Ia memilih bermukim dan berkarya di tepi Pantai Sanur, Bali. Kendala utamanya, sangat sulit menemukan karyawan yang bisa mengerjakan mode adibusana. Banyak yang melamar kerja, tapi hampir semua minim ketrampilan dan enggan belajar. Mereka kurang sabar dan lebih suka mengerjakan baju dengan sistem borongan yang mengesampingkan kualitas dan seni. Walhasil, kebanyakan karyawannya hanya bertahan bekerja beberapa hari. Tapi Heaven tidak berputus asa. Ia bertahan berkarya di negeri kelahirannya sambil terus dengan sabar melatih para karyawannya agar mempunyai ketrampilan yang mumpuni untuk mengerjakan adibusana. Sampai sekarang, Heaven tetap harus turun tangan sendiri memasang payet-payet.
Dengan segala kendala tersebut, Heaven mampu menyelesaikan satu seri koleksinya yang ditampilkan dalam pagelaran busana perdananya di Jakarta awal tahun ini. Pertengahan tahun ini, ia kembali mengadakan pagelaran busana di Jepang. (mgh/foto: istimewa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar