Bisa dibilang seniman kelahiran Banyumas (Jawa Tengah), 15 Mei 1943 ini merupakan salah satu legenda Indonesia. Lebih dari itu, alumnus Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini termasuk seniman grafis yang telah diakui secara internasional. Pengakuan itu dibuktikan dengan diraihnya pulhan penghargaan seni, termasuk yang berkelas internasional.
Tahun 1978 ia memenangkan hadiah ke-2 Graphic Competition yang diadakan UNESCO di Paris. Sebelas tahun kemudian, 5 karya grafisnya dimuat dalam buku Contemporary Prints of The World. Dalam buku itu, nama Sunaryo disejajarkan dengan seniman-seniman besar grafis kelas dunia seperti Joan Miro, Paul Klee, dan George Braque. Iapun telah memenangkan sedikitnya 5 kali penghargaan dari The Philip Morris Award sejak tahun 1994.
Tidak hanya berkarya di bidang grafis, Sunaryopun menjelajahi seni patung, lukis, keramik, tekstil, hingga instalasi. Kini, penggemar gudeg ini sibuk mengembangkan Selasar Sunaryo Art Space yang didirikannya di Desa Mekarwangi, Bandung Utara. Tak hanya tempatnya berkarya, Sunaryo melengkapi Selasar ini dengan studio dan tempat tinggal bagi para seniman dari dalam maupun luar negeri. Di sini, para senimanpun bisa berkumpul dan berdiskusi. Ia juga memiliki Selasar lain di kawasan Bukit Pakar Timur, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Sebagai pribadi, Sunaryo Sutono, demikian nama lengkapnya, dikenal rendah hati sehingga disukai kalangan seniman maupun industri. Meski demikian, ia dikenal sebagai seniman yang keukeuh mempertahankan idealisme. Dari pernikahannya dengan Heti Komalasari, Sunaryo dikaruniai 3 putra-putri: Hardianto, Arin Dwihartanto, dan Harmita.
(MGH/Foto:The Jakarta Post)
thanks ya infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id