Salah satu nama besar dalam dunia sastra Indonesia yang telah mendunia adalah Ahmad Tohari, pengarang asal Banyumas (Jawa Tengah). Tak hanya di Indonesia, karya-karyanya juga diterjemahkan dalam berbagai bahasa: Jerman, Mandarin, Jepang, Belanda, dan Inggris. Iapun telah dianugerahi penghargaan sastra ASEAN, SEA Write Award, The Fellow of The University of Iowa dari Universitas Iowa (Amerika Serikat), dan menjadi dosen luar biasa di salah satu universitas di Jepang. Padahal ia tak menyandang gelar sarjana apapun. Meski sempat kuliah di Universitas Ibnu Khaldun, Jakarta dan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, semua tak diselesaikannya. Toh bakatnya dalam bidang sastra beroleh penghargaan dari dunia internasional.
'Ronggeng Dukuh Paruk' adalah karyanya yang paling terkenal. Tak hanya telah 2 kali diangkat ke layar perak, novel tersebut juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa: Jepang, Inggris, Jerman, dan Belanda.
Ahmad Tohari lahir tanggal 13 Juni 1948 di Banyumas. Ayahnya seorang PNS yang bertugas di Departemen Agama, bahkan sempat menjabat Kepala Departemen Agama di Banyumas. Ahmad Tohari sendiri menggeluti dunia jurnalistik di Jakarta dan sempat bekerja di majalah Amanah, Keluarga, hingga redaktur harian Merdeka sebelum kemudian memutuskan kembali ke Banyumas untuk sepenuhnya menjadi pengarang.
Meski telah diakui dunia sebagai salah satu sastrawan terkemuka, Ahmad Tohari tetap sederhana dan rendah hati. Ini terlihat dari dari penampilannya yang selalu bersahaja, termasuk tetap memilih tinggal di rumah peninggalan orang tuanya di Banyumas. Satu lagi, Beliau selalu menolak disapa dengan panggilan 'Pak'. (MGH/Foto: Ardhisa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar